Novel's Project: Castlevania The Holy Heart, Cpt 2: Penyusup Kecil (Sample Testing)
AU Chapter 10 Fanfic Fantasy Horror Projek Novel
Ilustrasi: Alucard, Phonyssa, The church, Red-lips Lady, Hofifa, Lisa, Dracula.
Catatan bagi Pembaca: Kisah ini terjadi jauh sebelum meledaknya revolusi Perancis tahun 1792, maupun bangkitnya tirani Erzabeth Bathory sebagai Sekhmet, Jauh Sebelum Richter Belmont, Maria dan Aneth, pahlawan kita terlahir…
Melainkan, ramalan ini telah diberitakan sejak 300 tahun sebelumnya….
Biografi Singkat Karakter Utama:
Adrian Farenheit Tepes (Alucard): dalam serial film originalnya Castlevania diinformasikan lahir sekitar pertengahan tahun 1450-an. Ciri-ciri fisiknya berkulit pucat, mata keemesan dengan rambut putih panjang yang ikal. Ayahnya Lord Dracula Tepes dan ibunya seorang manusia bernama Lisa, seorang dokter dari desa kecil bernama Lupu, yang ada di wilayah kerajaan Wallachia. Sekarang di era modern termasuk ke wilayah Romania. Darah campurannya, menjadikan Alucard lahir sebagai Dhampire (setengah manusia setengah Vampir) Namun, khusus dalam cerita ini, setelah ia terlibat perang berdarah dengan misi membunuh ayahnya yang mengamuk menggenosida umat manusia setelah kematian ibunya, yang dibakar oleh gereja dan dituduh sebagai penyihir (yang di mana bagian narasi ini juga terdapat dalam cerita aslinya) Alucard pun bertransformasi menjadi Vampir sepenuhnya dan mewarisi Kastil Dracula di Wallachia.
Phonyssa Afeta Belmont: Ini adalah karakter penggemar utama yang dibuat oleh penulis dalam cerita ini. Lahir setelah 133 tahun setelah perang melawan Dracula usai. Berambut kemerahan teh jahe dan bermata biru laut, seperti leluhurnya Sypha. Saat usianya menginjak 18 tahun ia pun memilih jalan hidupnya dengan mendalami pengetahuan-pengetahuan rahasia, termasuk sejarah dan sihir. Ia kemudian bergabung dengan kaum Pencerita (Speaker) dari garis leluhur ibunya–Sypha Belmont, alih-alih menjadi pemburu vampir sebagaimana leluhurnya dari garis ayah–Trevor Belmont. Yang kedua leluhurnya itu adalah teman seperjuangan Alucard mengalahkan Dracula di masa lalu.
Moving Castle (Kastil Dracula)
Wallachia, 1477
Seekor gagak bermata biru bak api yang menari-nari hinggap di salah satu Jendela batu menara, segulung perkamen diikat pita biru navy terselip di paruhnya. Alucard mendengus, sejurus sebelum seringai lembut tampak. Gagak ini jelas bukan gagak biasa, matanya nyaris seperti warna mata Sypa, gadis speaker ceria dan berani yang selama ini sangat ia kenal. Gagak itu berhamburan menjadi bulu di udara sejurus setelah gulungan perkamen itu jatuh ke tangan alucard. Ia membuka ikatannya dengan satu jentikan jari.
Guliran suara dari si penulis surat mulai bergema memenuhi udara, bersamaan dengan frasa-frasa magis yang menyala keemasan bergulir keluar melingkupi tubuhnya. Ia pun menutup matanya, mendengarkan dengan khidmat, tanpa sadar menyandarkan kepalanya ke kursi.
Trevor Belmont.
“Hei.. blonde pucat bagaimana kabarmu? Kuharap kau tidak merengek dan mulai menangisi kami atau…mulai mengobrol dan bercinta dengan dinding, karena aku berharap masih bisa menebas pantatmu dengan cambukku lagi…”
Sypha Belmont.
“Oh.. jangan dengarkan berandalan brengsek itu alucard.. dia merindukanmu! Hanya terlalu gengsi!”
Tawa mereka berdua kemudian menggema ke ruangan.
Trevor Belmont.
“Ya, jadi setidaknya kami berharap, kau terus hidup pak Tua, sampai keturunan di setiap generasi kami bisa mengenalmu.. dan, ya jangan lupa untuk menceritakan kepada cucu-cucuku nanti bagian ter-epiknya! Ketika Trevor Belmont degan gagah berani menaklukan kematian!”
Sypha Belmont.
“Kau ini cerewet sekali rupanya! Kalau kau benar-benar tewas bagaimana?!”
Trevor Belmont.
“Ah! Hidungku!”
Tawa mereka pun menggema sekali lagi..
Dalam sebuah kebisingan yang hangat akhirnya ia bisa merasa kembali ke rumah.. ia nyaris bisa merekam penuh di kepalanya, bagaimana mereka berdua menulis surat ini untuknya.
Trevor Belmont.
“Sypa sedang hamil alucard..dan coba tebak apa yang ia semalam mimpikan..!”
Sypha Belmont.
“Kami akan menjadi orang tua, dan kau akan segera jadi paman! Yaahuuu!”
Alucard menyeringai tipis, memang dasar mereka orang tua yang tidak pernah tumbuh dewasa.
Trevor Belmont.
Dia bermimpi tentang yang datang di masa depan.. keturunanku, bisa dibilang.. dia akan menemuimu dan akhirnya kita akan berjalan lagi berdampingan… membawa sebuah misi khusus.. yang satu perempuan berambut merah seperti bara apiku, sedang matanya, mungkin akan sebiru mata Sypa, dan satu lagi, laki-laki, berambut gelap dan agak kekanak-kanakan.. aku ingin kau menjaga dan membimbing mereka Blonde Pucat..”
Sypha Belmond.
“Dan hati-hati dengan yang berambut merah ini, alucard.. karena dia mungkin memiliki mata dan senyum yang selembut diriku, namun, keras kepala dan lidah tajamnya milik Belmont dan itu mungkin akan sering membuatmu kesal..Kami tidak tahu kapan kepastian kelahirannya, namun, yang berambut merah ini dikabarkan akan lebih dulu datang..”
Alucard akhirnya bangkit, bersamaan guliran frasa itu kembali terserap ke perkamen dan suaranya pun lenyap dari udara, kuku-kuku panjangnya mengetuk-ngetuk meja ek dengan bordiran emas, menopang dagunya dengan satu lengannya. Senyum tipis pun tersungging di bibirnya,” baiklah.. aku akan menunggu mereka..”
***
Brosov, Rumania, 1631
“Nyssa, Aku menerima surat lagi dari Akwi petang ini. Gagak-gagaknya terus mengitari rumahku dan kemudian tiba-tiba saja sudah bertengger di perapian..” ucap Jackson, laki-laki parubaya penebang kayu, menyerahkan secarik perkamen yang terikat. Setidaknya dia seorang simpatisan dan tidak menghakimi mereka, seperti kebanyakan orang-orang yang mengaku suci.
“Bukannya aku tidak mau membantu kalian Nyssa, sungguh. Tapi ini terlalu berisiko, mengapa Akwi tidak langsung mengutus gagaknya ke Moving Castle yang legendaris itu?” Tanyanya menyilangkan tangan.
“Itu juga tidak bisa kami lakukan Jackson, terlalu berbahaya..” jawabnya, keheningan menebal sesaat di antara mereka, sebelum akhirnya Nyssa angkat bicara lagi ,”apapun yang telah kau lakukan Jackson, kami juga sangat berterima kasih padamu, lain kali akan kukirimkan gagakku lagi untuk mengantarkan obat cacar bagi putrimu.” Nyssa tersenyum dari ambang pintu, jemarinya memegang engsel kayu, rambut merahnya agak tersibak dari balik jubah dinginnya akibat pintu yang sedikit di buka, mengizinkan angin musim dingin masuk ke ruangan.
“Cacarnya sudah kering Nyssa, tinggal memulihkan bekas lukanya.” Tatapan pria itu melembut lagi menatap mata kebiruan Nyssa. “Terima kasih.”
Nyssa hanya membalasnya dengan senyuman lembut sebelum ia melangkah keluar. Ketika ia berbelok ke gang sempit, barulah ia membuka surat dari Akwi, tetua Kaum Pencerita. Perkamennya dipenuhi simbol-simbol gylph magis yang hanya bisa dipahami sesama pencerita.
“Ostende Illud!”
Sejurus kemudian simbol-simbol gylph tinta di atas perkamen menyala berwarna-warni bersamaan dengan mata kebiruan Nyssa yang ikut menyala kala mengaktifkan mantra. Teks-teks yang sudah ter-enkripsi ke terjemahan asli pun mulai terukir di udara.
“Ingat tujuanmu Nyssa.” Tujuanmu adalah mengembalikan lagi nurani Sang abadi. Adrian Farenheit Tepes, Alucard..
seperti yang dilakukan Lisa kepada ayahnya, Vlad Dracula Tepes. Tapi, hati-hati jangan sampai ia membaca niatmu..”
“Dan berhati-hatilah melakukan pertarungan dengan vampir di tempat terbuka, jangan sampai menarik banyak perhatian. Aku tidak mau kedamaian kita terganggu ketika terjadi bentrokan dengan gereja dan hindarilah berkelana setelah petang sendirian..
Jaga dirimu, Nak..”
Nyssa menyeringai getir menelengkan kepalanya, menghembuskan napas panjang, berusaha menguatkan hatinya. Karena ia tahu, ia telah melanggar perintah ketiga Akwi, yaitu berkelana sendirian ketika malam hampir menjemput. Mau bagaimana lagi, informannya Jackson, hanya setuju bertemu ketika malam hampir tiba dan telah minim aktivitas. Meskipun rumahnya sendiri juga sudah ada di tempat paling terpencil. Gang terjauh dari pasar dan jalan raya.
Nyssa dengan tenang berbelok dari gang demi gang sempit dan berjalan lurus melewati lorong dengan rumah-rumah dan jendela yang mulai di tutup rapat-rapat oleh pemiliknya. Begitu ia memasuki jalan raya dengan lampu minyak tanah kecilnya, suasananya pun hampir sama. Toko-toko Saxon yang hampir tutup, suasananya selalu berkabut ketika menjelang gelap. Karena itulah ia paham bahwa ia harus cepat.
Aromanya berubah tajam ketika ia mulai melewati kios-kios tersebut. Bau Arang bekas dari Daging asap yang mengepul, semerbak harum kayu Cendana yang sengaja dibakar, serta benda tajam yang sengaja diasah terakhir kali oleh pembuatnya sebelum berkemas. Belum lagi aroma anggur liar dan susu dari bar-bar malam yang baru buka. Salju pertama pun mulai turun, membasahi mantel tebalnya. Ia menunduk sejenak untuk memberikan sepotong roti kepada anak laki-laki tunawisma bermuka cemong, ketika tiba-tiba cairan kental merah segar dan berbau anyir jatuh dari atas menodai rotinya. Nyssa pun terbelalak, menoleh ke atas dengan jantung yang berdegup kencang.
“Gadis opera yang Lezat!”
Suara itu menggeram buas, tampak laki-laki berkerah tinggi yang menghisap dan menyiksa gadis berkulit pucat sepucat kalung mutiara yang melingkari lehernya, Berambut keriting gelap, yang juga tampak pasrah dan hanya bisa merintih pelan, sedang tubuhnya terapit menggelantung di balkon, Jari-jarinya yang terkulai ke bawah sesekali berkedut. “T-tolong…”
“Aaaaaaakh!” Anak tunawisma itu refleks berteriak histeris, rotinya pun terjatuh ke genangan darah. Namun, Nyssa dengan cekatan menariknya, membungkamnya, sembari memeluknya dari belakang menekan mereka serapat mungkin ke dinding. Menandak segala aktivitas pun terhenti, tidak peduli seberapa pun keras musik yang diputar dari balkon itu pada awalnya.
Udara menegang sesaat. Gadis itu sengaja dijatuhkan dari atas balkon ke genangan darahnya sendiri, tepat di depan matanya. Mati terkulai dan tak berdaya, mata mayatnya tepat menusuk menatapnya. Selagi lengan Nyssa masih memeluk erat tubuh anak tunawisma tersebut. Orang-orang berlarian dalam senyap, menjauhi pemandangan tersebut. Tidak mau lagi memancing keributan dengan berteriak.
Kabutpun semakin menebal di sekeliling mayat itu, dan di saat itulah ia perlahan bangkit, begitu hening masih tanpa ekspresi mendekati mereka.
“Lari, sekarang!” Teriak Nyssa. Anak kecil itu pun lari terbirit-birit berbelok ke gang. Dan nyaris bersamaan, gadis vampir itu menerjang dan melompat ke arah Nyssa dalam satu kedipan mata. Tubuhnya yang gesit dan tangkas dengan kekuatan yang tidak masuk akal itu berhasil menjepit Nyssa ke tanah, dia belum sempat merapal mantra, namun refleks tangannya juga cukup cepat untuk sekedar mencekik gadis vampir itu. “Sol Urens!” ia menggertakan giginya, mata kebiruannya menyala, kuku-kukunya mencengkram kuat dan menggores leher gadis vampir itu ketika jilatan merah- keemasan api mulai terbentuk dari jari-jemarinya. Gadis Vampir itu menjerit dan memekik kesakitan. Setetes darah merah-kehitaman kental mengalir dari luka yang ditimbulkan kuku Nyssa. Cukup untuk memberi peluang Nyssa mencabut pisaunya yang telah dilumuri dengan garam di perjalanan. Dalam satu Hujaman kuat Nyssa pun menusuk jantungnya.
Gadis vampir itu tercekat, pupil mata bak ularnya membelalak diikuti otot yang mengendur dan rintihan sakit yang tertahan. Darah merah pekat-nyaris kehitaman mulai mengalir deras dari ujung bibirnya. Nyssa pun refleks menendangnya dan ia terhempas ke udara seolah tubuhnya seringan bulu. Dan di saat itulah kereta kuda bangsawan dari arah berlawanan, melaju dan menabrak gadis vampir itu menghancurkannya berkeping-keping. Darahnya menyembur ke segala arah. Menodai wajah dan jubah Nyssa.
Salah satu bangsawan bertopeng, berkulit pucat, gaun tunik, lengan mengembang, dan topi bulunya terlonjak kaget dan mengintip ke luar jendela kereta, salah satu roda keretanya menelindas kepala gadis vampir yang menggelinding. Dan saat matanya bertemu Nyssa tatkala berpapasan..
bibir merahnya menyeringai.. menampilkan taring.
Nyssa tersentak, ia berlari ke seberang dan merebut seember air garam dari nelayan setempat yang berpapasan sehabis pulang memancing dari dermaga melewati pasar. Sontak mengguyur tubuhnya dengan air tersebut. Air garam memang cukup kuat untuk menyamarkan baunya dari para makhluk malam, termasuk vampir, bahkan membunuhnya.
“Hey!”
“Maaf akan kubayar!” Nyssa dengan gesit melemparkan satu koin emas dari kantong jubahnya.
“fweeeet!”
Seekor kuda jantan coklat berlari ke arahnya menjawab siulannya. Nyssa menaiki kudanya dalam satu lompatan lihai, menghentakkan tali kekangnya. Lari Azlar!” rambut kemerahan teh jahenya tersibak dari balik jubahnya ketika berkuda menerjang ke kegelapan malam, menembus hutan, kembali ke Wallachia.
***
Dari balik bayang kegelapan malam, kereta kuda mewah putih berbodir emas menepi, bertengger di atas jembatan. Di bagian pintunya terpampang lambang Tiara terbalik, satu pedang ditengah yang diapit sepasang tombak ular, seolah membentuk trisula Poseidon.
Salib Terbalik.
Sepasang mata mengintai, bibir merahnya menyeringai tajam, meskipun ia telah mencoba menyembunyikan kebuasannya di balik topeng orkestranya. Pupil matanya membesar dan menyipit mengikuti jejak Nyssa dari kejauhan.
“Kurasa aku menemukannya Albert, desisnya. “aku menemukannya..”
Halo para pembaca! Karena kondisi penulis sedang kurang sehat, kami memutuskan untuk menunda pembaruan cerita. Chapter berikutnya akan dirilis pada Sabtu, 29 November 2025. Penundaan Jadwal Update di karenakan adanya kendala Teknis terkait laman web ini. Terima kasih atas pengertiannya!
English Translation Version:
Author’s Note for Readers:
This story takes place long before the French Revolution erupted in 1792, and long before the rise of Erzabeth Bathory as Sekhmet. Long before Richter Belmont, Maria, and Aneth—our future heroes—were even born…
In fact, this prophecy had been foretold three hundred years earlier...
---
Brief Biography of the Main Characters:
Adrian Fahrenheit Tepes (Alucard)
In the original Castlevania series, he is said to have been born around the mid-1450s. His physical traits include pale skin, golden eyes, and long wavy white hair. His father is Lord Dracula Tepes, and his mother is a human named Lisa, a doctor from a small village called Lupu in the region of Wallachia, which in the modern era is part of Romania.
His mixed blood makes Alucard a dhampir (half-human, half-vampire). However, in this story, after he becomes involved in a bloody war with the mission to kill his own father—who rampaged and attempted to genocide humanity after his wife’s death at the hands of the Church, accused of witchcraft (a narrative also found in the original lore)—Alucard eventually transforms into a full vampire and inherits Dracula’s Castle in Wallachia.
Phonyssa Afeta Belmont:
This is the main original fan-made character created by the author. She was born 133 years after the war against Dracula ended. With ginger-tea-colored hair and ocean-blue eyes like her ancestor Sypha, she chooses her own path at eighteen, delving into secret knowledge, history, and magic. She joins the Speakers from her maternal lineage—Sypha Belmont—rather than becoming a vampire hunter like the Belmonts from her father’s side—Trevor Belmont. Both of her ancestors fought side by side with Alucard to defeat Dracula in the past.
---
Moving Castle (Dracula’s Castle)
Wallachia, 1477
A blue-eyed raven, its gaze flickering like dancing flames, perched on the stone window of one of the towers, a scroll tied with a navy ribbon clasped in its beak. Alucard snorted before a faint smile appeared. This raven was clearly no ordinary raven—its eyes were almost the same color as Sypha’s, the cheerful and brave Speaker girl he knew so well. The raven burst into feathers the moment the scroll fell into Alucard’s hand. With a flick of his finger, he untied it.
The voice of the letter’s writer echoed through the air as glowing golden magical phrases unfurled and wrapped around his body. He closed his eyes, listening with reverence, resting his head against the chair without realizing it.
Trevor Belmont
“Hey… pale blond, how are you? I hope you’re not whining and crying over us… or starting a conversation and making love to the walls, because I’m still hoping to whip your ass again someday…”
Sypha Belmont
“Oh, don’t listen to that bastard, Alucard… he misses you! He’s just too proud!”
Their laughter echoed through the room.
Trevor Belmont
“Yeah, anyway, we hope you stay alive, old man, long enough so that our descendants in every generation can come to know you. And don’t forget to tell my grandchildren someday the most epic part—when Trevor Belmont bravely conquered The death!”
Sypha Belmont
“You’re so annoyingly talkative! What if you actually died?!”
Trevor Belmont
“Ah! My nose!”
Their laughter rang again.
In the warm noise, he felt like he was home again. He could almost picture them writing this letter together.
Trevor Belmont
“Sypha is pregnant, Alucard… and guess what she dreamed about last night!”
Sypha Belmont
“We’re going to be parents, and you’re going to be an uncle! Yahoo!”
A thin smile tugged at Alucard’s lips—those two truly never grew up.
Trevor Belmont
“She dreamed of the future… of my descendants. One of them will meet you, and the three of us will walk together again… carrying out a special mission. One will be a girl, red-haired like my ember-flames, and her eyes maybe as blue as Sypha’s. And the other, a boy—dark-haired and a bit childish. I want you to protect and guide them, Pale Blond…”
Sypha Belmont
“And be careful with the red-haired one, Alucard… She may have my soft eyes and smile, but she’ll have the stubbornness and sharp tongue of the Belmonts. She’ll annoy you a lot. We don’t know when they will be born, but the red-haired one is foretold to come first…”
Alucard finally rose as the glowing phrases reabsorbed into the scroll and vanished. His long nails tapped the carved oak table as he rested his chin on his hand. A faint smile blossomed on his lips.
“Very well… I’ll wait for them.”
---
Brosov, Romania, 1631
“Nyssa, I received another letter from Akwi this evening. His ravens kept circling my house and suddenly perched on the hearth…” said Jackson, the middle-aged woodcutter, handing her a tied scroll. At least he was sympathetic and never judged them like so many self-righteous people.
“It’s not that I don’t want to help you, Nyssa. Truly. But this is too risky. Why doesn’t Akwi send his ravens straight to that legendary Moving Castle?” he asked, folding his arms.
“That’s not possible, Jackson. Too dangerous…” she replied. A silence thickened between them before Nyssa finally spoke again. “Whatever you’ve done, Jackson, we’re grateful. Next time, I’ll send my raven to deliver the smallpox medicine for your daughter.”
Nyssa smiled from the doorway, one hand on the wooden hinge. A gust of wind brushed her reddish hair from beneath her winter cloak as she opened the door just enough for the cold season to sneak inside.
“Her smallpox has dried up, Nyssa. We just need to heal the scars.” The man’s gaze softened as he looked into her bluish eyes. “Thank you.”
Nyssa returned his smile gently before stepping out. Turning into a narrow alley, she finally opened Akwi’s letter. The parchment was filled with glyph-ink symbols only Speakers could read.
“Ostende Illud!”
In an instant, the glyphs glowed in many colors, and Nyssa’s blue eyes lit up as she activated the spell. The encrypted text carved itself into the air.
“Remember your purpose, Nyssa.”
Your purpose is to restore the conscience of the Immortal One—Adrian Fahrenheit Tepes, Alucard… as Lisa once did to his father, Vlad Dracula Tepes.
But be careful. Do not let him read your intentions…
“And be cautious when fighting vampires in open spaces. Do not attract attention. I do not want our peace disrupted by clashes with the Church. And avoid wandering alone after dusk.
Take care, child…”
Nyssa tilted her head with a wry smirk, exhaling deeply to steady her heart. She knew she had already broken Akwi’s third rule: wandering alone near nightfall. But she had no choice—Jackson would only meet her when activity was low, and his home was in the most isolated area, the edge of the alley far behind at the corner, far from the market and main roads. Tough.
She navigated narrow alley after narrow alley, passing homes whose windows were being shut tight by it's owner. When she reached the main road with her oil lantern, the atmosphere was nearly the same. Saxon shops were closing, fog always thickening at dusk. She knew she had to be quick.
The smells changed sharply as she passed the stalls:
charcoal from smoked meat, burning sandalwood, the metallic scent of freshly sharpened blades, mix of wild wine and milk from night bars.
The first snow began to fall, soaking her thick cloak. She paused briefly to give a piece of bread to a grimy-faced homeless boy—
when suddenly a thick, fresh, metallic-smelling drop of red fell from above onto the bread.
Nyssa froze.
She looked up, her heart pounding.
“Delicious little opera girl!”
The voice growled savagely. A high-collared man drained and tortured a pale girl, her skin the same color as the pearl necklace around her neck. Her dark curly hair hung lifelessly as her limp fingers twitched from where her body dangled over the balcony.
“H-help…”
“Aaaaaaakh!”
The homeless boy screamed, and his bread fell into the blood puddle.
Nyssa moved swiftly, yanking him close, covering his mouth and pressing them tightly against the wall. All activity stopped, no matter how loud the music had been moments earlier at that damn-balcony.
The air tightened.
The girl was dropped from above, hitting the pool of her own blood right in front of them—dead, limp, her lifeless eyes staring directly at Nyssa. While Nyssa’s arms were still wrapped tightly around the homeless child’s body, people ran off in silence, keeping their distance from the scene. They no longer wanted to stir up trouble by shouting.
Fog coiled around the corpse… and then she rose—silent, expressionless, approaching them.
“Run. Now!” Nyssa shouted.
The boy sprinted, disappearing into an alley. Almost instantly, the vampire girl lunged at Nyssa, pinning her to the ground with inhuman strength. Nyssa hadn’t had time to cast a proper spell, but her reflexes were fast enough to grab the vampire’s throat.
“Sol Urens!”
Her blue eyes flared as red-gold flames licked from her fingertips. The vampire shrieked in agony. Dark red, nearly black blood oozed from the wound Nyssa’s nails left—just enough for Nyssa to grab her salt-coated knife.
One powerful thrust—
she stabbed the vampire’s heart.
The creature choked—
her snake-like pupils widening, her limbs loosening, a strangled whimper escaping. Thick dark blood dripped from her lips. Nyssa kicked her off; the body flew like a feather, and at that exact moment, a noble’s horse-carriage hurtled from the opposite direction—
CRACK!!!—
It smashed into the vampire, tearing her apart. Blood sprayed everywhere, splattering Nyssa’s face and cloak. A carriage wheel crushed the vampire’s rolling head.
One noble, masked and pale, with puffed sleeves, a tunic dress, and a feathered hat peeked out the window.
Her gaze met Nyssa’s…
Her red lips curled into a smile—
revealing fangs.
Nyssa jolted, ran across the street, and grabbed a bucket of salted water from a fisherman returning from the docks. Without hesitation, she drenched herself. Saltwater masked scents from creatures of the night—and sometimes killed them.
“Hey!”
“I’ll pay!” She tossed him a gold coin.
“Fweeeet!”
A brown stallion galloped toward her at her whistle. Nyssa mounted him in one graceful leap.
“Run, Azlar!”
Her ginger-tea hair whipped behind her as she rode into the night, plunging into the forest—
back toward Wallachia.
---
From the darkness, a luxurious white carriage trimmed with gold pulled over atop a bridge. On its door was a symbol: an inverted tiara, a sword in the center flanked by twin serpentine spears—forming a Poseidon's trident.
An Inverted Cross.
A pair of eyes watched, red lips curling wickedly beneath a masquerade mask.
Even though she had tried to hide her savagery behind the mask of her orchestra.” A beauty mark sat upon her chin. Her pupils widened, narrowing as she followed Nyssa’s trail.
“I believe I’ve found her, Albert,” she hissed.
“I’ve found her…”
Hello dear readers! As the author has been feeling unwell lately, we’ve decided to delay the story update. The next chapter will be released on Thursday, November 27, 2025, at 8:00 P.M. Thank you for your understanding!